Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (P3M) STAIN Pekalongan menyelenggarakan “kelas filsafat.” Maghfur Ahmad dalam sambutan pembuka menyampaikan, bahwa “kelas alternatif ini bagian dari proyek besar lembaga yang ingin berpartisipasi membangun academic culture demi perubahan tata hidup sosial yang lebih baik.” Selama ini, budaya akademik belum menjadi arus utama bagi dosen dan mahasiswa. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) sebagai wahana pendewasaan berorganisasi, bermasyarakat dan berolah pikir, tak satu pun ada yang memfokuskan pada kajian dan riset. Pusat-pusat kajian di kalangan dosen juga belum berjalan secara optimal. Karenanya, menurut kepala P3M, “kelas filsafat” menjadi penting bagi insan akademik yang dahaga akan atmosfir ilmiah.
Di samping ‘kelas filsafat,’ P3M telah membuka kelas riset bersama HMJ Tarbiyah. Tak lama lagi, kelas-kelas alternatif cum informal segera digulirkan. Ada kelas: tafsir progresif, ekonomi kerakyatan, kelas kebijakan publik, pendidikan popular, kelas teori sosial kritis, fikih progresif, psikologi kritis dan seterusnya. Kelas-kelas alternatif dibuka, karena kelas formal yang ada cenderung sekedar ‘rutinitas’ dan belum dapat diandalkan. Namanya saja alternatif, kelas ini diikat oleh ‘komitmen’ bersama. Tak ada paksaan atau target-target nilai angkawi atau proyek, melainkan semata-mata motivasi ilmiah. Merawat intelektualisme.
Lebih lanjut, dia menandaskan “filsafat penting dipelajari sebagai sains yang tidak dapat lepas dari konteks sosial. Pemikiran filsafat lahir dari dan untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Sebab itu, melalui filsafat kita membaca realitas sosial, bahkan merubahnya.” Masih segar dalam ingatan kita, filosof seperti Karl Max menentang hegemoni kaum borjuis dengan melahirkan proyeksi “masyarakat tanpa kelas.” Manifesto Karl Marx yang sangat masyhur ”the philosopher have only interpreted the world, in various ways;the point, however, is to change it_banyak cara para filsuf telah menafsirkan dunia; akan tetapi, persoalannya adalah (bagaimana) mengubahnya. “Jadi ada dua poin penting kelas filsafat, belajar berpikir secara kritis, serta bertindak dari dan untuk perubahan,” tandasnya.
Penjajagan kebutuhan pada pertemuan pertama (29/5) berhasil merumuskan kesepakan bersama, yaitu kurikulum, strategi, jadual, pihak-pihak yang terlibat serta tempat belajar. Topik kajian kelas filsafat meliputi konsep filsafat, aliran, tokoh-tokoh dari filsafat periode Yunani hingga postmodern kontemporer. Di antara fokus kajiannya adalah filsafat rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme, humanisme, positivisme, eksistensialisme, pragmatisme, strukturalisme, postmodermisme, post-strukturalisme dan pos-kolonialisme. Tokoh-tokoh yang dikaji di antaranya adalah Rene Descartes, John Locke, Kant, Marx, Habermas, Gramsci, dan seterusnya.
Proses pembelajaran kelas filsafat dilaksanakan dengan prinsip partisipatif dan pembelajaran orang dewasa. Kegiatan yang dimentori dosen filsafat, Tri Astutik Haryati dkk., secara rutin akan dilaksanakan di “Padepokan Filosof,” setiap hari kamis, 29 Mei, 27 Juni, 4, 11, 18, 25 Juli dan seterusnya. Saat ditanya motivasinya, para peserta berbeda-beda. Mayoritas mereka ingin agar ‘paham’ karena sekalipun sudah belajar filsafat di kelas, mereka merasa belum memahami. Ada juga yang bermaksud agar mengetahui lebih dalam tentang filsafat. “Minat saya pada posmo, semoga kelas filsafat dapat menjadi wahana bejalar untuk berbagi pengetahuan” tandas Guspur saat menyampaikan maksud ikut sertanya. Bagi Amri, yang oleh teman kampusnya dipanggil Aristoteles atau Socrates, ikut kelas filsafat karena “bercita-cita melahirkan teori baru.” Selamat belajar, semoga menjadi filosof yang mampu menata bangsa.(MA).